Sekilas Tentang Pemikiran Khumaini
SEKILAS TENTANG PEMIKIRAN KHUMAINI
Oleh
DR Mani’ bin Hammad Al-Juhani
Khumaini, beberapa kalangan menyebutnya sebagai pencetus revolusi Iran yang mengusung kebangkitan Islam. Dia dipandang paling berjasa dalam menumbangkan rezim Iran Syah Pahlevi, yang dicap sebagai diktator. Dengan keberhasilannya ini, Khumaini seolah-olah menyerukan untuk meninggikan kalimat Islam. Padahal, jika merunut pemikirannya, dia tidak berbeda dengan penganut Syi’ah lainnya, yang memiliki penyimpangan aqidah ataupun akhlak pada dirinya. Selain itu , ia ternyata memiliki pemikiran-pemikiran hasil perasaan benaknya, yang setali tiga uang dengan pemikiran dan aqidah Syi’ah secara umum. Yakni melencengkan dan penuh dengan kedengkian terhadap kaum muslimin. Anehnya, masih ada saja yang menganggapnya sebagai sang pembaharu, dan kemudian mengidolakannya.
Di antara pemikiran yang digagas Khumaini, sebagiannya belum pernah muncul dari seorang kepala mubtadi dari kalangan Syi’ah ataupun firqah lainnya pada masa lampau. Berikut ini beberapa pernyataan Khumaini dalam berbagai masalah, yang sangat nyata penyimpangannya.
Khumaini mempunyai pemikiran tentang Wilayatul al-Faqih. Maksud dari gagasan ini adalah, orang faqih yang mempunyai keilmuan yang sudah memadai dan sifat ‘adalah (adil), ia berhak menggenggam wilayah amah (khilafah) dan kekuasaan yang mutlak untuk menangani urusan rakyat dan negara, lantaran ia dipandang sebagai washi (pemegang mandat) untuk mengambil alih urusan mereka, saat imam yang ditunggu kedatangannya masih belum tiba. Pemikiran Khumaini yang seperti ini, tidak pernah disebutkan oleh satu pun ulama pada masa lalu, baik dari kalangan ulama madzhab maupun ahli hadits.
Klaimnya sebagai orang yang memegang mandat kekuasaan, secara otomatis telah mampu mengangkat kedudukannya munuju martabat imam yang ma’shum. Sebagai konsekwensinya, pemegang mandat tadi merupakan orang yang berhak memonopoli kendali kekuasaan, menetapkan hukum syari’at dan fiqih, dan memahami hukum-hukum. Tidak ada seorangpun yang boleh menyalahkan atau menggagalkan usulannya, meskipun itu sebuah majlis syura.
Dia juga melontarkan pernyataan, bahwa para nabi dan rasul belum sempat menyempurnakan syari’at dari langit (syari’at Allah). Menurut Khumaini, para nabi dan rasul juga belum berhasil menancapkan tonggak-tonggak keadilan di dunia ini. Adapun tokoh yang nantinya berhasil membumikan keadilan secara sempurna, menurut Khumaini adalah Imam Mahdi (versi Syi’ah) yang akan datang.
Klaim ini dilontarkan Khumaini saat merayakan hari kelahiran Al-Mahdi menurut versi Syi’ah pada 15 Sya’ban 1400H
Pemikiran lainnya yang juga aneh, Khumaini pernah memaparkan tentang martabat para imam. Dia mengatakan ; “Sesungguhnya seorang imam mempunyai kedudukan yang terpuji dan derajat yang tinggi, serta memiliki kewenangan mengatur alam semesta. Seluruh partikel yang ada di alam semesta tunduk pada kekuasaan dan kontrolnya”.
Dia juga pernah melontarkan : “Para imam (Syi’ah), kami tidak pernah membayangkan terjadinya kealpaan dan kelalaian pada diri mereka”.
Menurut Khumaini, di antara hal yang prinsip pada madzhab Syi’ah, para imam menduduki tempat yang tidak bisa dicapai oleh malaikat terdekat, juga nabi yang diutus sekalipun. Khumaini menambahkan, ajaran-ajaran para imam persis seperti ajaran-ajaran Al-Qur’an yang harus diaplikasikan dan diikuti.
Khumaini juga memiliki konsep wala dan bara. Dalam perspektif Syi’ah wala dan bara adalah setia terhadap para imam dan memusuhi para musuh imam. Musuh para imam yang dimaksud adalah generasi para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Adapun pandangannya tentang jihad, Khumaini mengatakan, bahwa jihad diberhentikan saat imam tidak ada. Dia juga memandang, bahwa pemerintah Islam tidak pernah tegak kecuali pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Ali Radhiyallahu ‘anhu saja. Sungguh pernyataan ini sangat bertentangan dengan fakta. Karena kita mengetahui, betapa banyak para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat berjasa memegang amanah kekhalifahan, seperti Abu Bakar Ash-Shidiq, Umar bin Al-Khaththab maupun Utsman bin Affan, juga Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu. Mengenai permusuhan terhadap para sahabat Nabi, tidak perlu lagi diangkat. Kitab-kitab mereka sudah menjadi saksi atas perbuatan tercela tersebut .
Dengan mencermati pemikirannya yang miring tentang pemerintahan Islam, maka tidak aneh jika akhirnya kita mengetahui, ternyata Khumaini menyanjung menteri Holagukhan yang berhasil membantu kehancuran khilafah Islam di Baghdad. Dengan sanjungan tersebut menunjukkan, jika Khumaini memiliki sifat hasad terhadap kaum muslimin. Sementara itu dia juga menyelenggarakan hari raya Nairuz, hari perayaan warisan bangsa Persia (Majusi). Bahkan memandang sunnahnya mandi dan berpuasa pada hari tersebut.
Pada kitab hasil karyanya, Tahriru Al-Wasilah, Khumaini juga memiliki pendapat-pendapat dalam bidang fiqih yang aneh, dan menyelisihi dalil yang shahih. Di antaranya ;
[1]. Sucinya air yang telah dipakai istinja.
[2]. Menurut Khumaini, di antara yang membatalkan shalat adalah meletakkan tangan di atas tangan lainnya.
[3]. Dia juga berpendapat, boleh menyetubuhi isteri melalui lubang dubur
[4]. Dalam masalah poligami, Khumaini berpendapat boleh memperisteri seorang wanita dan bibinya sekaligus
Dari pemaparan singkat di atas, kita bisa melihat secara sangat jelas besarnya kekeliruan (baca : penyimpangan) yang telah ditorehkan Khumaini melalui pernyataan maupun tulisannya. Waliyatu Al-Faqih yang ia lontarkan, merupakan cerminan kelumpuhannya untuk menjawab tertundanya kedatangan Imam Mahdi Syi’ah yang telah sembunyi dalam sebuah gua selama beratus-ratus tahun lamanya, sebagaimana sering mereka propagandakan. Sebuah bid’ah yang terpaksa dimunculkan dalam masalah aqidah yang diada-adakan oleh Syi’ah tentang imam dua belas.
Dalam perspektif Ahlus Sunnah, Imam Mahdi juga ada, namun kemunculannya pada akhir zaman nanti. Meski demikian, tidak berarti umat tidak tertuntut melaksanakan kewajiban-kewajiban yang bisa dilaksanakan.
Manusia yang ma’shum itu hanya para nabi dan rasul saja. Tidak ada yang lain.bahkan para khalifah empat pun tidak ma’shum. Sehingga, manusia-manusia yang didaulat Khumaini (dan Syi’ah) sebagai imam yang memiliki kemampuan tidak terbatas, sesungguhnya, pendapat ini jelas-jelas bertentangan dengan rububiyah Allah Ta’ala.
Sementara itu, tentang pendapat-pendapat fiqih yang tercantum dalam kitab Tahriru Al-Wasilah, seorang muslim yang awam sekalipun mengetahui kesalahan yang teramat fatal dan keliru dalam pendapat-pendapatnya tersebut.
Pantas untuk menjadi peringatan bagi kita, bahwa perbuatan bid’ah hanya akan mengantarkan seseorang kepada kebingungan, kesalahan dan tidak menutup kemungkinan menjerumuskan kepada kekufuran. Wal iyyadzu billah. Oleh karena itu, menjadi keharusan bagi kita kaum muslimin, hendaklah berkaca terhadap generasi Salaf adalah pilihan tepat dalam mengamalkan Islam dan kandungannya.
[Diangkat berdasarkan kitab Al-Mausu’ah Al-Musyassarah oleh DR Mani’ bin Hammad Al-Juhani hal1/440-443, dengan tambahan seperlunya oleh Abu Minhal]
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun X/1427H/2006. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/1785-sekilas-tentang-pemikiran-khumaini.html